Senin, 23 Februari 2015

Senin, 16 Februari 2015

Manajemen Konflik

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Organisasi adalah suatu tempat dimana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain. Organisasi bisa terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dituju. Setiap anggota yang ada di dalam organisasi, secara langsung ataupun tidak langsung harus yakin dengan apa yang menjadi prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang ditentukankan dapat berjalan dengan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi atau anggota di dalamnya. Konflik yang terjadi bisa karena permasalahan yang sangat sepele ataupun permasalahan yang benar-benar penting.
Adanya sekelompok orang di dalam organisasi tersebut pasti juga terdapat beberapa pemikiran dan pendirian yang berbeda-beda. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu timbulnya konflik. Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Jadi, jika konflik sudah teridentifikasi sejak awal, dicarikan langkah penyelesaian yang lebih dini, maka relatif lebih mudah dalam penanganan konflik. Kebijakan-kebijakan dan cara anggota berkomunikasi yang diterapkan pada suatu organisasi sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap unsurnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik. Sebuah realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran yang berbeda pada setiap anggota organisasi.

B.            Rumusan Masalah
Banyak sekali bahasan mengenai konflik dalam organisasi. Namun tentunya tidak semua lingkup akan dibahas dalam makalah ini. Ada beberapa sub bab yang akan dijabarkan sebagai salah satu topik konflik dalam organisasi, antara lain adalah:
1.    Apa definisi konflik ?
2.    Apa sebab-sebab timbulnya konflik ?
3.    Apa jenis-jenis konflik ?
4.    Apa budaya organisasi konflik ?
5.    Apa kepemimpinan konflik ?
6.    Apa konflik dan motivasi ?
7.    Bagaimana solusi dalam menyelesaikan konflik ?

C.           Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu:
1.      Ingin mengetahui definisi konflik.
2.      Ingin mengetahui sebab-sebab timbulnya konflik.
3.      Ingin mengetahui jenis-jenis konflik.
4.      Ingin mengetahui budaya organisasi konflik.
5.      Ingin mengetahui kepemimpinan konflik.
6.      Ingin mengetahui konflik dan motivasi.
7.      Ingin mengetahui solusi dalam menyelesaikan konflik.

BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN KONFLIK
A.           Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja  configere yang artinya saling memukul. Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Karena ciri-ciri individu dibawa dalam hal interaksi sosial, konflik merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan sehari-hari tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Definisi konflik menurut para ahli:1           
1.    Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
2.    Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidak [1]cocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
3.    Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
4.    Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
5.    Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai:
1.    Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2.    Keadaan atau perilaku yang bertentangan.
3.    Robbins, merumuskan konflik sebagai sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap ada oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah persepsi dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai bernuansa konflik ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.
Selanjutnya, setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di asumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh sumber daya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.
Cathy A. Constantino dan Chistina Sickles Merchant, menyatakan bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.

B.            Sebab-sebab Timbulnya Konflik
1.    Faktor komunikasi[2]
Misalnya pegawai lini memiliki wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staff lebih pada memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staff merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
2.    Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
Misalnya dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai agar posisi keuangan perusahaan tetap stabil.
3.    Faktor yang bersifat personal
Misalnya di waktu yang sama, seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang sudah lama didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang besar.

4.    Faktor lingkungan
Misalnya seseorang yang harus menjual produk dengan harga tinggi, padahal dia sadar bahwa calon konsumennya membutuhkan keuangan untuk ongkos sekolahnya.

C.           Jenis-jenis Konfik[3]
1.    Konflik antara atau dalam (intrapribadi).
Misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role). Misalnya saat seseorang menerima perintah yang berbeda dari dua atasannya. Atasan yang satu menyatakan harus menjaga jarak antar karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara atasan yang lain meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia kesulitan menjalankan perannya.
2.    Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
Misalnya pertentangan antara gankster, tawuran yang terjadi antar sma 6 dan 70.
3.    Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Misalnya segerombolan pendemo di depan gedung DPR yang mengakibatkan timbulnya tawuran antar polisi yang bertugas keamanan di sana.
4.    Konflik antar satuan nasional
Misalnya kampanye, perang saudara.
5.    Konflik antar atau tidak antar agama.
Misalnya kita sering mendengar perbedaan pendapat antar kelompok islam FPI dan Muhammadiyah.


6.    Konflik antar politik.
Misalnya konflik antara Kubu Jokowi Dodo dan kubu Prabowo Subianto.


D.           Budaya Organisasi Konflik
Budaya berasal dari bahasa latin “Coler “ yang artinya mengolah atau mengerjakan, kemudian dalam bahasa inggris disebut “Culture” yang artinya cara atau pola hidup masyarakat. Secara Terminologis budaya adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab.[4]
Budaya Organisasi adalah nilai-nilai inti dalam organisasi yang dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas anggota organisasi.
Budaya organisasi juga disebut sebagai sebuah sistem  bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Langkah- langkah untuk memperkuat budaya organisasi[5]
1. Memantapkan nilai-nilai dasar budaya organisasi
2. Melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi
3. Memberikan contoh atau teladan
4. Membuat acara-acara rutinitas
5. Memberikan penilaian dan penghargaan
6. Tanggap terhadap masalah eksternal dan internal
7. Koordinasi dan kontrol

Fungsi budaya organisasi
1.      Batas : Budaya menciptakan perbedaaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain
2.      Identitas : Budaya membawa suatu identitas bagi anggota – anggota dalam organisasi
3.      Komitmen : Budaya memfalisitasi timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu atau pribadi
4.      Stabilitas : Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar –standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan

Tipologi budaya organisasi
Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan Blake,1981:1-3). Tipologi budaya organisasi bertujuan untuk menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di realitas, Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi misalnya dengan membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi. Tipologi budaya organisasi yaitu :
1. Organisasi Koersif; adalah organisasi di mana para anggota organisasi harus mematuhi apapun peraturan yang diberlakukan.
2. Organisasi Utilitarian; adalah organisasi di mana para anggota diperlakukan secara adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan standart atau ketentuan yang yang disepakati bersama oleh anggota organisasi
3. Organisasi Normatif; adalah organisasi di mana para anggota organisasinya memberikan kontribusi tinggi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri.

E.            Kepemimpinan Konflik
Menurut H.G. Hicks dan C.R. Gullett dalam bukunya yang berjudul Organization: theory and Behavior  tahun 1979 menyebutkan bahwa peranan kepemimpinan untuk menyelesaikan konfik  adalah : bersikap adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan yang terahkir mau menghargai.[6]

Masing-masing peranan tersebut, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Bersikap Adil (arbitrating)
Dalam organisasi manpun, rasa kebersamaan di antara para anggotanya adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan  pada hakikatnya merupakan pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan, maupun antara pemimpin dengan bawahan, dalam mencapai tujuan organisasi. Tapi dalam hal tertentu mungkin akan timbul ketidaksesuian antara para bawahan (timbul persoalan).  Apabila diantara mereka tidak dapat menyelesaikan persoalan, pemimpin perlu turun tangan untuk segera menyelasaikan. Dan dalam hal memecahkan persoalan hubungan diantara bawahan, pemimpin harus bersikap adil tidak memihak.
2.      Memberi Sugesti (suggesting)
Sugesti biasa disebut saran atau anjuran. Dalam kepemimpinan sugesti merupakan pengaruh yang mampu mengerakan hati orang lain. Sugesti mempunyai peranan yang sangat penting di dalam memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian partisipasi dan rasa kebersamaan diantara para bawahan.
3.      Mendukung tercapainya Tujuan (supplying objective)
Tercapainya tujuan organisasi tidak otomatis, melainkan harus didukung oleh adanya kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap organisasi dapat efektit dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka setia tujuan yang ingin dicapai perlu disesuaikan dengan keadaan organisasi, serta memungkin para bawahan untuk bekerja sama.
4.      Katalisator (catalyzing)
Dalam dunia kepemimpinan, seorang pemimpin dikatakan sebagai seorang katalisator, apabila pemimpin itu berperan, yang selalu dapat meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha dapat meningkatkan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan semaksimal mungkin.
5.      Menciptakan rasa aman (Providing security)
Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para bawahannya. Dan fungsi ini, hanya dapat dilaksanakan apabila pemimpin selalu memelihara hal-hal yang positip, sikap optimisme dalam menghadapai segala permasalahan yang ada, sehingga bawahan dalam menjalankan tugas merasa  aman, bebas dari kegelisahan, kekawatiran, merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
6.      Sebagai wakil organisasi (representing)
Seorang pemimpina adalah segala-galanya. Oleh karenanya, segala perilaku, perbuatan, dan kata-katnya akan selalu memberikan kesan tertentu terhadap organisasinya. Penampilan dan kesan-kesan pemimpin yang positif seorang pemimpin juga akan memberikan gambaran positip terhadap organisasi yang dipimpinnya.
7.      Sumber inspirasi (inspiring)
Seorang pemimpin pada hakekatnya adalah sebagai sumber inspirasi bagi bawahannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat membangkitkan semangat para bawahannya, sehingga para bawahannya menerima dan memahami apa yang menjadi tujuan organisasinya secara antusias, dan bekerja secara efektif kea rah tercapainya tujuan organisasi.


8.      Bersikap menghargai (praising)
Setiap orang pada dasarnya menghendaki ada pengakuaan pada hasil karyanya  dari orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memberikan pengargaan pada bawahannya baik dalam bentuk verbal maupun non verbal.
Dengan demikian peranan kepemimpinan (leadership functions) dalam menanggapi konflik, pada hakekatnya merupakan serangakain tugas-tugas atau bagaimana posisi seorang pemimpin dalm mempengaruhimatau mengerakan bawahan, sehingga dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab bawahan berperilaku mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Peran Kepemimpinan terhadap Konflik[7]
Menurut Hicks dan gullett dalam buku kepemimpinan dan motivasi (Wahjosumidjo ; 2001) menyebutkan bahwa peranan pimpinan dalam suatu organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing security). Dengan terciptanya rasa aman , organisasi atau bawahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya merasa tidak tertanggu, bebas dari segala perasaan gelisah, kekawatiran, bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
Dan bagaimana seorang pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi kembali kepada berbagai teori  kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton 
Berdasarkan management grid, setiap perilaku seorang pemimpin dapat diukur melalui dua demensi, yaitu berorientasi kepada hasil atau tugas (T), dan yang lain berorientasi kepada bawahan atau hubungan kerja (H).
Kemudian Blake dan mouton berhasil memodifikasi teorinya ke dalam usaha untuk memecahkan suatu konflik, yang dikenal dengan nama the conflict grid. Dengan mempergunakan the conflict grid, akan dapat dilihat organigram cara seorang pemimpin memecahkan suatu konlik (Milton, Charles, R ; 1981). Ada lima dasar tindakan untuk memecahkan suatu konflik.
1.      The 9-1 conflict style
2.      The 1-9 conflict style
3.      The 1-1 conflict style
4.      The 5-5 conflict style
5.      The 9-9 conflict style
Apabila  the conflict grid, digambarkan ke dalam satu kerangka managerial grid, tampak bagaimana kedudukan satu sama lain tindakan atau perilaku seorang pemimpin dalam menghadapi suatu konflik.

The Conflict Grid (kisi-kisi konflik)
9
1-9
9-9
8
7
6
5
4
3
2
1
1-1
9-1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Rendah            berorientasi pada tugas (T)             Tinggi




Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar tindakan diatas suatu konflik yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai macam cara atau tindakan, yaitu :
1.      Gaya 9-1 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan (suppression). Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran :
a.       Konflik dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena itu setiap konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan dan tekanan.
b.      Untuk meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu adanya loyalitas bawahan.
c.       Penyelesaikan konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d.      Hasil penyelesaian  suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates loses.

2.      Gaya 1-9 suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak (smoothing). Pola semacam ini didasarkan pemikiran :
a.       Konflik dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan kerja sama.
b.      Keharmonisan tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi mengenai konflik itu sendiri.
c.       Terhadap konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan untuk menentukan sikap dan pendapat.
d.      Berbagai perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3.      Gaya 1-1 pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari tanggungjawab (withrowal atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik pemimpin tidak ikut bertanggungjawab.
4.      Gaya 5-5 pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu, terhadap konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.
5.      Gaya 9-9 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan (confrontation) . Dalam  arti pihak-pihak yang saling bertentangan dikonfrontasikan atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-masing pihak yang saling bertentangan, saling mengadakan analisa dan evaluasi, sehingga ahkirnya bias diperoleh suatu titik temu atau kesepakatan.

F.            Konflik dan Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[8]

Berikut ini adalah 3 teori motivasi menurut para ahli:
1.      Teori Motivasi oleh Douglas Mc Gregor (Teori X dan Y)
Douglas Mc Gregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para manager berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi negatif yang dimiliki oleh manager dalam teori X, yaitu:
a.         Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
b.         Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c.         Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga).
d.        Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu:
a.         Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
b.         Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
c.         Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab.
d.        Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

2.      Teori Motivasi oleh Abraham Maslow (Teori Hierarki Kebutuhan)
Teori motivasi yang paling terkenal adalah teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan, teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

3.      Teori Motivasi oleh David Mc Clelland (Teori Motivasi Kontemporer)
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
a.    Kebutuhan pencapaian: Dorongan untuk melebihi, mencapai standar, berusaha keras untuk berhasil.
b.    Kebutuhan kekuatan: Kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c.    Kebutuhan hubungan: Keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

G.           Solusi dalam Menyelesaikan Konflik[9]
1.      Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation
.
2.      Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.      Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain untuk berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran positif, dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.      Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.      Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik:
1.      Bersikap proaktif
Setiap   anggota   tim  harus  turut  aktif dalam menyelesaian konflik secara proaktif.
2.      Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari  diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.



3.      Keterbukaan
Setiap  anggota  harus  terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.



























BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
1.      Definisi Konflik
Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain,
2.      Sebab-sebab Timbulnya Konflik
1.      Faktor komunikasi
2.      Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
3.      Faktor yang bersifat personal
4.      Faktor lingkungan
3.      Jenis-jenis Konfik
1.      Konflik antara atau dalam (intrapribadi).
2.      Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3.      Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4.      Konflik antar satuan nasional
5.      Konflik antar atau tidak antar agama.
6.      Konflik antar politik.
4.      Budaya Organisasi Konflik
Budaya Organisasi adalah nilai-nilai inti dalam organisasi yang dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas anggota organisasi.
5.      Kepemimpinan Konflik
1.      Bersikap Adil (arbitrating)
2.      Memberi Sugesti (suggesting)
3.      Mendukung tercapainya Tujuan (supplying objective)
4.      Katalisator (catalyzing)
5.      Menciptakan rasa aman (Providing security)
6.      Sebagai wakil organisasi (representing)
7.      Sumber inspirasi (inspiring)
8.      Bersikap menghargai (praising)

6.      Konflik dan Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
7.      Solusi dalam Menyelesaikan Konflik
1.      Kompetisi
2.      Akomodasi
3.      Sharing
4.      Kolaborasi
5.      Penghindaran


















DAFTAR PUSTAKA
Dari buku:
Hick, Herbert, G., Gullett, C., Ray. 1975. Organization: Theory and Behavior, by Mc. Graw Hill, Inc.
Wahjosumidjo. 2001.  Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wibowo. 2013. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Winardi. 2004. Manajemen perilaku Organisasi. Jakarta:Prenada Media. 
Yulk, Gary.1994.Kepemimpinan Dalam Organisasi; alih bahasa Yusuf Udaya (edisi bahasa Indonesia). Jakarta: prenhallindo.

Dari internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
http://firmandut.blogspot.com/2014/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html
http://pengertianmanagement.blogspot.com/2014/10/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html
http://safety-ramboyz.blogspot.com/2014/11/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
[2] http://firmandut.blogspot.com/2014/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html
[3] Hick, Herbert, G., Gullett, C., Ray. 1975. Organization: Theory and Behavior. by Mc. Graw Hill, Inc., hal.32
[4] Winardi. 2004. Manajemen perilaku Organisasi. Jakarta:Prenada Media., hal. 19

[5] http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html
[6] Wahjosumidjo.2001. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia., hal.16

[7] Yulk, Gary.1994.Kepemimpinan Dalam Organisasi; alih bahasa Yusuf Udaya (edisi bahasa Indonesia). Jakarta: prenhallindo., hal 21

[8] Wahjosumidjo.2001. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal. 11

[9] http://pengertianmanagement.blogspot.com/2014/10/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html